Kamis, 01 Mei 2008

tugas lanjutan 2

Ø Proses psikologi yang berpengaruh pada proses belajar:


- Motivasi
adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. dan sesuatu yang dijadikan itu merupakan suatu keputusan yang telah ditetapkan individu sebagai suatu kebutuhan atau tujuan yang nyata yang ingin dicapai.
-Perasaan sebagai fungsi jiwa adalah mempunyai arti memulai terhadap situasi dimana dengan kita berpadu secara pribadi. Situasi-situasi yang menyenangkan kita nilai secara positif, sedangkan situasi-situasi yang tidak menyenangkan kita nilai secara negatif. Disamping itu tetu saja masih ada kemungkinan-kemungkinan bentuk kontak yang sedikit banyak bersifat netral.
-Ingatan adalah tertinggalnya bekas-bekas kesan,pesan dan pengalaman yang lampau, meskipun tidak selalu ada secara sadar, namun masih dapat ditimbulkan kembali kesadaran.
-Fantasi adalah suatu daya jiwa untuk untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada pada diri kita, jadi ciri khas dari segala jiwa ini adalah menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa. ciptaan-ciptaan baru yang terjadi oleh fantasi ini dapat berupa kreasi-kreasi atau kesan-kesan baru tentang sesuatu yang sifatnya disadari atau kurang tidak disadari oleh orang yang bersangkutan.
-Pengamatan adalah bagaimana seseorang dapat mengenali lingkungan hidupnya karena untuk mempermudah seseorang tersebut meahami kehidupannya melalui pengamatannya.
-Perhatian adalah apabila kita mencurahkan atau memusatkan suatu pemikiran kita pada suatu objek maka kita menyadari objek itu sepenuhnya.
-Tanggapan adalah bayangan atau kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati atau kenali.

Ø Riwayat tentang pakar psikologi Pendidikan di awal Perkembangan

A. RIWAYAT HIDUP JOHN DEWEY

John Dewey dilahirkan di Burlington Amerika[1] pada tanggal 20 Oktober tahun 1859 M, dan meninggal 1 Juni 1952 M, di New York.[2] Sesudah mendapat diploma ujian kandidat, ia 2 tahun menjadi guru (1879). Tiga tahun kemudian ia menjadi mahasiswa lagi dan mendapat gelar doctor dalam filsafat (1884). Ia diangkat menjadi dosen lalu asisten professor dan kemudian professor di Michingan. Sebagai professor dalam filsafat di Chicago, ia memimpin juga dibidang Pedagogik dan mendirikan suatu sekolah percobaan untuk menguji dan mempraktekkan teorinya. Sepuluh tahun ia bekerja keras pada universitas ini dan mengumpulkan serta mendidik orang-orang yang akan meneruskan cita-citanya.Pada tahun 1904 sampai 1931 ia bekerja pada Universitas Columbia di New York, disamping memberikan kuliah filsafat ia juga sering di undang oleh berbagai negara untuk memberikan kuliah, seperti : Jepang, China, Turki, Mexico, Rusia, dan Inggris. Dan pada usianya yang ke-93 ia meninggal dunia pada tahun 1952.[3]

AJARAN JOHN DEWEY

John Dewey adalah sorang pragmatis. Menurut dia, tugas filsafat ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif-kritis. Dengan demikian filsafat akan dapat menyusun suatu system norma-norma dan nilai.Menurut Dewey, pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman. Gerak itu dibangkitkan segera ketika dihadapkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan persoalan dalam dunia sekitarnya, dan gerak itu berakhir dalam beberapa perubahan dalam dunia sekitar atau dalam diri kita sendiri. Pengalaman yang langsung bukanlah soal pengetahuan, yang mengandung di dalamnya pemisahan antara subyek dan obyek, pemisahan antara pelaku dan sasarannya. Di dalam pengalaman langsung itu keduanya bukanlah dipisahkan, tetapi dipersatukan. Apa yang dialami tidak dipisahkan dari yang mengalaminya sebagai suatu hal yang penting atau yang berarti. Jikalau antara subyek dan obyek hal itu bukan pengalaman melainkan pemikiran kembali atas pengalaman tadi. Pemikiran itulah yang menyusun sasaran pengetahuan.Menurut Dewey penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Penyelidikan berkaitan dengan penyusunan kembali pengalaman yang dilakukan dengan sengaja. Oleh karena itu penyelidikan dengan penilaiannya adalah suatu alat (instrumen). Jadi yang dimaksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu, dengan cara pertama-tama meyelidiki bagaimana pikiran berfungsi dalam penentuan-penentuan yang berdasarkan pengalaman, yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.Sekolah sebagai lembaga penyelengara pendidikan menurut John Dewey mempunyai maksud dan tujuan untuk membangkitkan sikap hidup demokratis dan untuk memperkembangkannya. Hal ini harus dilakukan dengan berpangkal kepada pengalaman-pengalaman anak. Harus diakui bahwa tidak semua pengalaman berfaedah. Oleh karena itu sekolah harus memberikan sebagai “bahan pelajaran” pengalaman-pengalaman yang bermanfaat bagi masa depan anak sekaligus juga anak dapat mengalaminya sendiri. Sehingga anak didik dapat menyelidiki, menyaring, dan mengatur pengalaman-pengalaman tadi. Pandangan progresivisme mengenai konsep belajar bertumpu pada anak didik. Disini anak didik dipandang sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk-makhluk lain, yaitu akal dan kecerdasan. Dan dalam proses pendidikanlah peserta didik dibina untuk meningkatkan keduanya.Menurut progresivisme, proses pendidikan mempunyai dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi sosiologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan. Psikologinya seperti yang berpengaruh di Amerika, yaitu pikologi dari aliran behaviorisme dan pragmatisme.[4] Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui ke mana tenaga-tenaga itu harus dibimbing.John Dewey mengatakan bahwa tenaga-tenaga pendidikan itu harus diabdikan pada kehidupan sosial; jadi mempunyai tujuan sosial. Maka pendidikan adalah proses sosial dan sekolah adalah suatu lembaga sosial.[5]

B. Biografi Edward Lee Thorndike

Edward lee thorndike meski secara teknis seorang fungsionalis, namun ia telah membentuk tahapan behaviorisme Rusia dalam versi Amerika. Thorndike (1874-1949) mendapat gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895, dan master dari Hardvard pada tahun 1897. ketika disana, dia mengikuti kelasnya Williyams James dan merekapun cepat menjadi akrab.dia menerima bea siswa di Colombia, dan mendapatkan gelar PhD-nya tahun 1898. kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombia sampai pension pada tahun 1940.http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/7 - _ftn1

Dan dia menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An experimental study of associationprocess in Animal”. Buku ini yang merupakan hasil penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung.yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak laian sebenaranya adalah asosiasi, suatu stimulum akan menimbulkan suatu respon tertentu.

Teori ini disebutdengan teori S-R. dalam teori S-R di katakana bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (Hewan, Orang) belajar dengan cara coba salah (Trial end error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan serentakan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu. Berdasarkan pengalaman itulah , maka pada saat menghadai masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus di keleluarkan nya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Seekor kucing misalnya, yang di masukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar dan sebagainya sampai suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandag yang sama.http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/7 - _ftn2

Teori Belajar yang di Kemukakan Edward Leer Thorndike

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.

Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.

Ciri-ciri belajar dengan trial and error :

    1. Ada motif pendorong aktivitas
    2. ada berbagai respon terhadap situasi
    3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
    4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/7 - _ftn3

. Hukum-Hukum yang digunakan Edward Lee Thorndike

1. Hukum latihan :

Hukum ini pada dasarnya sama dengan hukum prekuensinya Aristoteles, jika asosiasi (atau koneksi neural) lebih sering digunanakan, maka koneksinya akan lebih kuat, sedangkan yang paling kurang penggunaannya, maka paling lemahlah koneksinya, dua hal inilah yang berturut-turut disebut dengan hukum kegunaan dan ketidak bergunaan.

2. Hukum epek

Ketika sebuah asosiasi kemudian di ikuti dengan keadaan yang memuaskan, maka hasilnya menguat begitu juga sebaliknya ketika sebua asosiasi di ikuti dengan keadaanyang memuaskan, maka koneksinya melemah, kecuali untuk bahasa “mentalistik’ (kepuasan bukanlah prilaku), karena hal itu sama dengan pengondisian operasi coperant Conditioning)-nya Skiner.

Pada tahun 1929, penelitiannya telah membawanya keluar dari semua dal diatas kecuali apa yang yang kita sebut sekarang dengan penguatan (reinforcement).http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/7 - _ftn4

Thorndike yang dikenal karena kajiannya tentang Transfer pelatihan (Transfer or Training), kemudian ia percaya (dan masih sering percaya) bahwa mengkaji subjek-subjek sulit meskipun anda tidak akan pernah menggunakannya. Adalah bagus buat anda karena hal itu memperkuat pikiran anda. Hal ini adalah sejenis latihan yang bias memperkuat otot-otot anda. Hal itu kemudian di gunakan kembali untuk membenarkan cara anak belajar bahasa latin, seperti halnya yang digunakan saat ini. untuk membenarkan cara anak belajar kalkulus. Namun dia menyatakan bahwa hanya keserupaan objek kedua dengan yang pertama sama saja yang bias mengarah pada pembelajaran yang meningkat hasilnya dalam subjek kedua. Jadi bahasa latin munglkin membantu anda belajar bahasa Italia, atau belajar aljabar mungkin membantu anda belajar kalkulus, tetapi bahasa latin tidak akan pernah membantu anda belajar kalkulus atau hal-hal lain yang berbeda

C. Sketsa Kehidupan William James

William James dilahirkan di New York pada tanggal 11 Januari 1842 dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang gemar berdiskusi mengenai berbagai masalah, terutama yang mendorong pemikiran bebas. Ayahnya, Henry James adalah seorang pemikir orisinil. Ia telah membina putranya dengan penuh perhatian dan memberikan bekal berbagai pengetahuan. Sejak kecil, William James telah menziarahi banyak negara Eropa dengan berbagai lembaga pendidikannya, baik yang terdapat di Inggris, Swiss, Perancis, maupun yang ada di Jerman. William James telah memulai kegiatan akademiknya di Harvard dengan mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, ia mempelajari fisika, psikologi dan filsafat. Tentu saja ketika itu William James masih berada di bawah pengaruh langsung pemikir-pemikir Universitas Harvard.

Ketika studinya selesai, William James menjadi dosen di Harvard dalam bidang kedokteran, psikologi dan kemudian juga filsafat. Ia bergumul dengan persoalan-persoalan: Apakah arti menjadi manusia dan sejauh mana manusia itu merdeka? Bagaimana pikiran-pikiran itu mempengaruhi manusia?

Selain di Amerika. Willian James juga mengajar di Inggris, Oxford dan Edinburgh. Ia sekaligus seorang seniman dan pemikir tentang Tuhan. Disamping itu, James dapat disebut sebagai tokoh pertama yang mempopulerkan pragmatisme dan sekaligus menjadikannya sebagai mazhab filsafat yang hampir dapat dijadikan tumpuan dan pegangan kebanyakan orang Amerika.

Karangan-karangan James berisikan pokok-pokok pemikiran mengenai berbagai isu filosofis yang berkembang subur pada masanya. Beberapa diantaranya yang populer menyangkut arti kebenaran, prinsip-prinsip psikologi, kemauan untuk percaya, dan sebagainya.

Tak lama kemudian, psikologi telah membawa James ke alam filsafat sehingga ia beralih mempelajari banyak problematika agama dan metafisika. Maka, terbitlah karya besarnya, "Kemauan Untuk Percaya" (The Will to Believe) tahun 1897, serta "Aneka Ragam Pengalaman Keagamaan" (The Varieties of Religious Experiences) tahun 1902. Kemudian pada tahun 1907, terbitlah bukunya yang terkenal, Pragmatism. James juga telah membukukan karya ilmiahnya tentang problematika filsafat dengan judul "Arti Kebenaran" (The Meaning of the Truth) tahun 1909 dan "Dunia Plural" (Pluralistic Universe) tahun 1909.

William James menjadi dosen filsafat di Universitas Harvard selama kurang lebih 31 tahun dan meninggal dunia tahun 1910, setelah filsafat Pragmatismenya tersebar luas di Amerika dan Eropa. Buku-bukunya yang diterbitkan setelah ia meninggal adalah: Some Problems in Philoshophy (1911) dan Essays in Radical Empirism (1912).

Pengaruh William James terhadap tokoh-tokoh seperti Niels Bohr dan Bertrand Russel begitu besar, terutama pada ajarannya yang menyangkut dinamisme alam. Tidak hanya berkat tulisan-tulisannya, namun juga cara hidupnya, filsafat pragmatisme menjadi populer. Tanpa pragmatisme, melalui tokoh seperti James, dan berikutnya Pierce serta Dewey, maka seluruh kehidupan intelektual pada abad XX, khususnya di Amerika akan sukar dibayangkan.

Tidak ada komentar: